Dari Meja Ketua

Monday, 07 January 2019 12:40

Renungan Tahun Baru 2019

Written by

Salam sejahtera,

Pada kesempatan ini atas nama segenap sivitas akademik Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Jaffray, saya mengucapkan selamat tahun baru kepada seluruh alumni, gereja pendukung, para mitra, para sponsor, para sahabat, dan orang tua para mahasiswa di mana pun berada.

Bersyukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih setia-Nya yang tidak pernah habis dalam hidup kita untuk menjaga dan memelihara kita.  Ada berbagai pengalaman yang Tuhan ijinkan bagi kita mengalaminya, susah dan senang, duka dan suka, menangis dan tertawa, kerugian dan keuntungan, sakit dan sehat, namun kuasa Tuhan nyata dalam hidup kita untuk menuntun kita melangkah dengan pasti melewati tahun 2018 dan sekarang berada di awal tahun 2019.

Memulai tahun 2019, saya ingin segenap sivitas akademik dan stakeholder STF Jaffray melangkah maju dalam melaksanakan segala tanggung jawab dengan terfokus kepada Salib Yesus Kristus.

Dalam 1 Korintus 1:18-21, Paulus berkata,

18  Sebab pemberitaan tentang salib memang adalah kebodohan bagi mereka yang akan binasa, tetapi bagi kita yang diselamatkan pemberitaan itu adalah kekuatan Allah.

19  Karena ada tertulis: "Aku akan membinasakan hikmat orang-orang berhikmat dan kearifan orang-orang bijak akan Kulenyapkan."

20  Di manakah orang yang berhikmat? Di manakah ahli Taurat? Di manakah pembantah dari dunia ini? Bukankah Allah telah membuat hikmat dunia ini menjadi kebodohan?

21  Oleh karena dunia, dalam hikmat Allah, tidak mengenal Allah oleh hikmatnya, maka Allah berkenan menyelamatkan mereka yang percaya oleh kebodohan pemberitaan Injil.

 

Pemberitaan salib adalah kebodohan bagi mereka yang akan binasa, karena mereka melihat dan memahaminya dari perspektif yang berbeda.  Orang Yahudi dan orang Yunani seolah-olah mengejek konsep tentang Juruselamat yang tersalib.  Mereka berpendapat bahwa penyaliban Yesus membuktikan bahwa Yesus bukanlah ilahi.

Pada masa itu, salib adalah tempat hukuman bagi orang yang melakukan kejahatan kelas kakap atau penjahat.  Orang Yahudi menganggap bahwa penyaliban mengindikasi kematian karena kutukan Allah.  Setelah penjahat divonis hukuman mati, ia diharuskan memikul sendiri balok salibnya ke tempat penyiksaan dan kematiannya, yang biasanya di luar kota.  Di depannya berjalan seorang petugas membawa "gelarnya", yakni tuduhan tertulis yang dituduhkan kepadanya.  Penyaliban adalah kematian yang mengenaskan karena disiksa hingga mati.  Tangan dipaku dan lambung ditombak.  Itulah sebabnya Paulus berkata bahwa salib adalah kebodohan bagi mereka yang akan binasa (ay. 18),

Bagi orang percaya, salib adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan, karena melalui salib, kuasa penyelamatan Allah dinyatakan di dalam Yesus Kristus (ay. 18).  Salib bukan kutukan tetapi bukti penyataan Allah tentang kasih dan anugerah-Nya.  Dengan mengutip Yes. 29:14 dalam ay. 19, “Aku akan membinasakan hikmat orang-orang berhikmat dan kearifan orang-orang bijak akan Kulenyapkan,”membuktikan bahwa:

  • Allah tidak membutuhkan hikmat manusia sebagai berita keselamatan
  • Allah tidak membutuhkan orang berhikmat untuk menyelamatkan manusia.
  • Allah tidak membutuhkan kearifan manusia sebagai berita keselamatan.
  • Allah tidak membutuhkan orang arif untuk menyelamatkan manusia.

Semua itu akan dimusnahkan oleh Allah.  Itu sebabnya, Paulus bertanya kepada jemaat di Korintus, “Di manakah orang yang berhikmat?  Di manakah ahli Taurat?  Di manakah pembantah dari dunia ini?  Bukanlah Allah telah membuat hikmat dunia menjadi kebodohan?” (ay. 20).  Tiga kelompok orang menjadi sasaran pertanyaan retorika yang disampaikan Allah dalam kitab Yesaya yang dikutip oleh Paulus untuk menunjukkan betapa tidak mungkin para filsuf, para pengajar/ahli Taurat, dan para pembantah dapat menyelamatkan manusia dengan diri dan ajaran mereka.  Ini menunjukkan bahwa upaya untuk mengenal Allah tanpa didasarkan pada Yesus Kristus adalah sia-sia.

Orang-orang Yahudi berupaya untuk mengenal Allah dengan melaksanakan Taurat.  Orang-orang Yunani memiliki orang-orang bijaksana yang suka berdebat dan berdiskusi pertanyaan-pertanyaan filosofis dan keagamaan.  Namun setiap usaha untuk menemukan Allah, untuk memahamiNya, jika tanpa penyataan Allah didalam Yesus Kristus sebagai Tuhan yang disalibkan, hal tersebut tidak lebih daripada "hikmat dunia" yang dikatakan Allah sebagai kebodohan.  Dalam ayat 21 Paulus menyimpulkan bahwa berdasarkan penilaian Allah, hikmat dunia tidak mengenal Allah yang benar dengan hikmatnya (ay. 21).  Dunia tidak dapat mengenal Allah oleh hikmatnya sendiri.  Sebaliknya, mereka yang dianggap bodoh karena memerima pemberitaan Injil yang isinya adalah salib Kristus adalah mereka yang diselamatkan (ay. 21).  Hikmat Allah bagi dunia adalah Allah menyelamatkan mereka yang percaya apa yang dikatakan Allah tentang Anak-Nya, Yesus Kristus.

Beberapa penekanan penting yang menjadi perhatian dari perkataan Paulus adalah:

  1. Jika hikmat tanpa salib, maka fokus dalam penyembahan bukanlah Yesus, tetapi manusia. Dalam persekutuan orang percaya, bukan manusia yang menjadi fokus penyembahan; bukan kepintaran manusia yang menjadi fokus ibadah. Beribadah dan melayani dengan terfokus pada manusia dan hikmatnya, maka tidak akan ada kesatuan, dan akan terjadi perselisihan dan perpecahan. Jika keselamatan berasal dari hikmat manusia, maka di situlah sumber kesombongan dan Allah yang hanya untuk orang-orang elit dan orang-orang yang berjasa.  Inilah yang akan menjadi sumber perpecahan dalam jemaat.
  2. Jika hikmat tanpa salib, maka yang akan terjadai adalah pembenaran akan dosa tanpa pembenaran orang berdosa. Kita sadar akan perbuatan dosa. Kita berkeinginan untuk tidak melakukan dosa, tetapi kita sendiri tidak mau berubah.  Kita tidak menyalahkan diri kita yang melakukan dosa, tetapi kita menyalahkan dosa yang telah kita lakukan.  Kita ingin Tuhan membebaskan kita dari dosa, tetapi kita sendiri tidak memiliki konsistensi untuk tidak hidup dalam dosa.  Ketika kita melakukan dosa, maka kita melemparkan kesalahan kepada Iblis atau Tuhan dan berdalih menggunakan firman Tuhan.  Inilah yang menjadi sumber ketidakkonsistensi untuk hidup dalam kesucian.
  3. Apabila hikmat tanpa salib, maka yang terjadi adalah pengampunan tanpa pertobatan. Ada orang Kristen yang peka terhadap dosa yang dilakukannya, dan cepat-cepat mohon ampun, tetapi tidak ada perubahan dalam hidup. Hanya sebatas mohon pengampunan, tetapi tidak ada tindak lanjut, yaitu pertobatan.  Orang yang demikian adalah orang rajin ikut KKR dan rajin berespon kalau altar call, tetapi hanya sampai di altar call.  Orang demikian selalu berespon pada altar call dengan tangisan dan air mata, tetapi hanya sebatas tangisan dan air mata.  Orang yang demikian selalu punya keinginan untuk selalu didoakan, tetapi tidak ada kemandirian untuk bertobat.  Orang demikian, selalu cari hamba Tuhan untuk didoakan, tetapi malas untuk bangkit.  Inilah yang menjadi sumber kemalasan untuk bangkit dari kegagalan.
  4. Apabila hikmat tanpa salib, maka yang terjadi adalah berjemaat tanpa disiplin gereja yang jelas. Dalam gereja dan perekutuan orang percaya diajarkan tentang kesucian, kekudusan, dan ketaatan, tetapi jika ada dosa yang dilakukan oleh jemaat, maka yang terjadi adalah pembiaran tanpa ada disiplin gereja. Gembala dan BPJ tahu bahwa ada anggota gereja yang telah melanggar disiplin gereja, tetapi semuanya hanya diam dan saling melihat satu dengan yang lain, tanpa ada penyelesaian.  Inilah yang menjadi sumber ketidakkonsistensi pengajaran dalam jemaat.

Jika pembenaran dosa tanpa pembenaran orang berdosa; jika pengampunan tanpa pertobatan; jika berjemaat tanpa disiplin gereja – itulah hikmat tanpa salib – anugerah tanpa salib.  Untuk itu, pada tahun 2019, saya ingin kita melangkah maju bersama terfokus pada salib Kristus, karena di situlah kekuatan Allah dan hikmat Allah dinyatakan kepada manusia di dalam pribadi Yesus Kristus.

           Dengan demikian, yang menjadi prioritas kita dalam bekerja dan mengabdi pada tahun ini adalah Yesus menjadi pusat penyembahan kita yang mempersatukan kita semua, tidak melempar kesalahan kepada siapa pun karena dosa yang telah kita lakukan,  penyesalan akan dosa yang disertai dengan sikap yang berubah, dan patuh pada disiplin organisasi yang berlandaskan firman Tuhan.  Semua ini dapat terjadi karena Kristus adalah kekuatan Allah dan hikmat Allah (ay. .  Sebagai kekuatan Allah, pengorbanan Kristus pada salib adalah pengorbanan yang menyelamatkan. Kuasa dosa dihancurkan.  Yesus adalah Allah yang menyelamatkan.  Kita dimampukan untuk memang atas dosa, bangkit dari kegagalan, dan hidup seturut kehendak-Nya.  Sebagai hikmat Allah, Kristus adalah Pribadi bagi seluruh manusia (ay. 24). Keselamatan dari Allah, bukan hanya rencana dan bukan sebuah ide, konsep, argumen, alasan, tetapi Firman yang menjadi Manusia, yaitu Yesus yang telah datang ke dalam dunia untuk memberikan kehidupan kepada kita.

                Selamat berkarya dalam tahun 2019.  Tuhan memberkati.

Read 4489 times

Leave a comment

Make sure you enter all the required information, indicated by an asterisk (*). HTML code is not allowed.

Sekolah Tinggi Filsafat Theologia Jaffray Makassar

Jl. G. Merapi 103 Makassar, 90114

Sulawesi Selatan, Indonesia

Email: sttjaffray@yahoo.com

Telp. 0411-3624129

Fax. 0411-3629549

Kontak Pascasarjana

Email: pascasarjana.sttj@ymail.com
Telp/Fax. 0411-3619757

© 2024 STFT Jaffray Makassar. All Rights Reserved.